Anda tinggal di Perancis? Belajar di negeri Napoleon ini? Tentu sudah tidak asing dengan budaya yang satu ini, yaitu kedipan mata ala Perancis.
Oke, kita kembali terlebih dahulu kepada budaya Indonesia. Apa yang ada dalam pikiran para pembaca ketika seseorang mengedipkan mata? Genit, ganjen atau bahkan disangka sakit mata adalah mungkin satu dari beberapa opini yang akan muncul di dalam benak. Bahkan ketika seorang pria tidak dikenal mengedipkan mata kepada seorang gadis cantik yang lewat, bisa-bisa disangka mesum. Alih-alih mendapat respon positif, bisa-bisa tamparan mendarat di pipi.
Bagaimana dengan Perancis ? Saya sudah tinggal di negeri ini kurang lebih 3 tahun lamanya, sejak jenjang Master saya jajaki pada tahun 2008. Saya masih ingat ketika baru sepekan dua pekan saya tinggal di Montpellier, profesor saya mengajak berkunjung ke laboratorium. Saya sering melihat beliau mengedipkan mata kepada para teknisi dan rekan-rekan penelitinya. Kebetulan saya bersama seorang teman dari Vietnam waktu itu yang juga BGF dan akan menjalani jenjang Master yang sama. Dia, Nguyen, berbisik kepada saya, ‘Sepertinya profesor kita ini agak-agak, karena dia selalu berkedip dan manja kepada setiap orang’. Mendengar hal tersebut, saya hanya tersenyum. Setengah percaya setengah tidak.
Semenjak itu, semakin lama saya semakin mengerti bahwa, kedipan mata di Perancis berarti kedekatan atau boleh dibilang signe de croyance (sign of trust). Supervisor saya yang sekarang juga sering melakukan itu kepada saya, atau bahkan hampir semua orang yang saya kenal di UMR (Mixte Research Unit).
Seseorang dari Indonesia, wanita, masih muda dan bekerja di sebuah perusahaan swasta Kelapa Sawit di Sumatra pernah tinggal dan melakukan training selama 3 bulan di CIRAD Montpellier. Wanita ini kemudian menjadi teman yang baik, dalam diskusi maupun obrolan ringan. Saya masih teringat ketika dia merasa risih diberikan banyak kedipan mata oleh koleganya di lab. Gaya berceritanya waktu itu menunjukkan ketidaknyamanan. Bahkan kalimat yang pernah keluar dari bibirnya adalah ‘Apa supervisor saya itu naksir ya sama saya?’. Tentu saja tidak, saya menjelaskan kepadanya bahwa kedipan mata merupakan tanda kedekatan. Barulah dia mengerti.
Kasus lain, seorang sahabat dari Kamboja, pernah melempar seorang teknisi dengan plastik berisi air (sampel penelitian) dikarenakan sebuah kedipan mata. Semua berawal ketika sang teknisi berusaha untuk mendekatkan dan mengakrabkan diri kepada orang Kamboja tersebut. Namun berakhir kepada kesalahpahaman dan sebuah kedipan dihargai sebuah plastik berisi sampel air. Sang teknisi kemudian menjadi sangat berhati-hati sebelum menerapkan budaya perancis kepada pendatang baru.
Hingga hari ini, saya sudah cukup banyak mengerti kebiasaan-kebiasaan orang Perancis yang saya alami melalui kehidupan sehari-hari. Mulai dari bisous (cium pipi) hingga kedipan mata. Bahkan, untuk kedipan mata, saya sering mempraktekkannya kepada orang-orang yang saya anggap dekat. Tentu saja bukan dengan orang Indonesia, yang akan menimbulkan salah paham, karena terdapat pepatah ‘berawal dari mata, turun ke hati’.
‘Meleburlah dengan budaya (yang baik), maka engkau akan merasa di rumah (negeri) sendiri’ – anonim, 2011.
Sumber gambar : djibnet.com
Oke, kita kembali terlebih dahulu kepada budaya Indonesia. Apa yang ada dalam pikiran para pembaca ketika seseorang mengedipkan mata? Genit, ganjen atau bahkan disangka sakit mata adalah mungkin satu dari beberapa opini yang akan muncul di dalam benak. Bahkan ketika seorang pria tidak dikenal mengedipkan mata kepada seorang gadis cantik yang lewat, bisa-bisa disangka mesum. Alih-alih mendapat respon positif, bisa-bisa tamparan mendarat di pipi.
Bagaimana dengan Perancis ? Saya sudah tinggal di negeri ini kurang lebih 3 tahun lamanya, sejak jenjang Master saya jajaki pada tahun 2008. Saya masih ingat ketika baru sepekan dua pekan saya tinggal di Montpellier, profesor saya mengajak berkunjung ke laboratorium. Saya sering melihat beliau mengedipkan mata kepada para teknisi dan rekan-rekan penelitinya. Kebetulan saya bersama seorang teman dari Vietnam waktu itu yang juga BGF dan akan menjalani jenjang Master yang sama. Dia, Nguyen, berbisik kepada saya, ‘Sepertinya profesor kita ini agak-agak, karena dia selalu berkedip dan manja kepada setiap orang’. Mendengar hal tersebut, saya hanya tersenyum. Setengah percaya setengah tidak.
Semenjak itu, semakin lama saya semakin mengerti bahwa, kedipan mata di Perancis berarti kedekatan atau boleh dibilang signe de croyance (sign of trust). Supervisor saya yang sekarang juga sering melakukan itu kepada saya, atau bahkan hampir semua orang yang saya kenal di UMR (Mixte Research Unit).
Seseorang dari Indonesia, wanita, masih muda dan bekerja di sebuah perusahaan swasta Kelapa Sawit di Sumatra pernah tinggal dan melakukan training selama 3 bulan di CIRAD Montpellier. Wanita ini kemudian menjadi teman yang baik, dalam diskusi maupun obrolan ringan. Saya masih teringat ketika dia merasa risih diberikan banyak kedipan mata oleh koleganya di lab. Gaya berceritanya waktu itu menunjukkan ketidaknyamanan. Bahkan kalimat yang pernah keluar dari bibirnya adalah ‘Apa supervisor saya itu naksir ya sama saya?’. Tentu saja tidak, saya menjelaskan kepadanya bahwa kedipan mata merupakan tanda kedekatan. Barulah dia mengerti.
Kasus lain, seorang sahabat dari Kamboja, pernah melempar seorang teknisi dengan plastik berisi air (sampel penelitian) dikarenakan sebuah kedipan mata. Semua berawal ketika sang teknisi berusaha untuk mendekatkan dan mengakrabkan diri kepada orang Kamboja tersebut. Namun berakhir kepada kesalahpahaman dan sebuah kedipan dihargai sebuah plastik berisi sampel air. Sang teknisi kemudian menjadi sangat berhati-hati sebelum menerapkan budaya perancis kepada pendatang baru.
Hingga hari ini, saya sudah cukup banyak mengerti kebiasaan-kebiasaan orang Perancis yang saya alami melalui kehidupan sehari-hari. Mulai dari bisous (cium pipi) hingga kedipan mata. Bahkan, untuk kedipan mata, saya sering mempraktekkannya kepada orang-orang yang saya anggap dekat. Tentu saja bukan dengan orang Indonesia, yang akan menimbulkan salah paham, karena terdapat pepatah ‘berawal dari mata, turun ke hati’.
‘Meleburlah dengan budaya (yang baik), maka engkau akan merasa di rumah (negeri) sendiri’ – anonim, 2011.
Sumber gambar : djibnet.com
0 komentar:
:rate5: :hoax: :nyimak: :thanx: :pertamax: :cendol: :bingung: :sundul: :iloveindonesia: :marah: :ngacir: :kiss: :bata:
Posting Komentar
Mohon Commnent