Kira-kira apa yang dikatakan Luis Aragones kepada timnya di ruang ganti selama beristirahat 15 menit setelah babak pertama kedudukan tetap 0-0 kemarin malam? Apa pun yang dikatakan atau dilakukannya jelas mujarab, karena, setelah memasuki babak kedua, tim kesebelasan Spanyol mampu mencetak tiga gol ke gawang Rusia dan memastikan tempat di final dinihari nanti.
Kejadian itu mirip partai final Liga Champions 2005 ketika Liverpool tertinggal 0-3 dari AC Milan. Saat itu, di ruang ganti, dengan tenggang waktu yang sama, tidak lebih dari 15 menit, pelatih Rafael Benitez hanya mengatakan kepada Steven Gerard dan kawan-kawannya, “Ayo ke lapangan lagi untuk mencetak satu gol, dari sana lalu kita lihat apa yang akan terjadi.” Hasilnya, Liverpool mampu menciptakan tiga gol balasan yang menyamakan skor. Tim berjulukan si Merah dari Anfield itu malah akhirnya berhasil merenggut juara lewat adu penalti. Sebuah sukacita yang luar biasa.
Jim Petruzzi, psikolog khusus olahraga, mengatakan tipikal ucapan seperti yang dikeluarkan Benitez-lah yang sangat tepat untuk mengisi waktu yang sangat terbatas yang diberikan dalam setiap pertandingan sepak bola untuk setiap tim mengevaluasi permainannya. “Jika saja saat itu Benitez mengatakan, ‘Pergi sana dan balas ketiga gol itu’, mungkin Gerard akan semakin depresi,” kata Petruzzi.
Dua pengalaman di atas menegaskan bahwa waktu jeda sangat krusial bagi sebuah tim sepak bola untuk bisa menentukan hasil akhir pertandingan. Waktu 15 menit beristirahat menjadi penting secara psikologis karena inilah kesempatan pertama bagi para pemain dalam sebuah pertandingan merefleksikan secara penuh permainannya.
Dalam kesempatan ini pula setiap pelatih akan berusaha mempengaruhi sepositif mungkin performa anak-anak asuhnya untuk 45 menit permainan berikutnya di babak kedua. Tapi rentang 15 menit yang disediakan tentu bukan waktu yang panjang untuk ukuran evaluasi, yang sebenarnya bisa menghabiskan waktu seharian. Apalagi jeda waktu itu juga sekaligus digunakan untuk memulihkan tenaga dan terapi fisik.
Emosi menjadi satu sisi yang ada di sana. Tidak perlulah kita, misalnya, mengungkit lagi gosip lemparan sepatu yang mampir di pelipis David Beckham oleh Manajer Manchester United Sir Alex Ferguson. Sisi lain adalah begitu banyaknya tuntutan psikologis, seperti percaya diri, motivasi, dan konsentrasi, yang berjejalan di ruang waktu yang sempit itu. Tuntutan-tuntutan biasanya akan sangat dipengaruhi oleh kejadian-kejadian di babak pertama.
Sebagai contoh, jika sebuah tim sudah unggul 3-0, mereka akan masuk ruang ganti dengan perspektif psikologis yang berbeda dari tim lawannya. Begitu pula apabila tim yang sama sudah sempat unggul 2-0 tapi berubah menjadi 2-1 begitu mendekati peluit tanda istirahat ditiupkan, perspektif psikologisnya beda lagi. Gol di pengujung babak pertama bisa menyuntikkan optimisme yang besar di kubu lawan, sebaliknya frustrasi dan kepanikan untuk tim yang lain. [Sumber: PPOnline, AFP, DailyTimes, Koran Tempo]
Kejadian itu mirip partai final Liga Champions 2005 ketika Liverpool tertinggal 0-3 dari AC Milan. Saat itu, di ruang ganti, dengan tenggang waktu yang sama, tidak lebih dari 15 menit, pelatih Rafael Benitez hanya mengatakan kepada Steven Gerard dan kawan-kawannya, “Ayo ke lapangan lagi untuk mencetak satu gol, dari sana lalu kita lihat apa yang akan terjadi.” Hasilnya, Liverpool mampu menciptakan tiga gol balasan yang menyamakan skor. Tim berjulukan si Merah dari Anfield itu malah akhirnya berhasil merenggut juara lewat adu penalti. Sebuah sukacita yang luar biasa.
Jim Petruzzi, psikolog khusus olahraga, mengatakan tipikal ucapan seperti yang dikeluarkan Benitez-lah yang sangat tepat untuk mengisi waktu yang sangat terbatas yang diberikan dalam setiap pertandingan sepak bola untuk setiap tim mengevaluasi permainannya. “Jika saja saat itu Benitez mengatakan, ‘Pergi sana dan balas ketiga gol itu’, mungkin Gerard akan semakin depresi,” kata Petruzzi.
Dua pengalaman di atas menegaskan bahwa waktu jeda sangat krusial bagi sebuah tim sepak bola untuk bisa menentukan hasil akhir pertandingan. Waktu 15 menit beristirahat menjadi penting secara psikologis karena inilah kesempatan pertama bagi para pemain dalam sebuah pertandingan merefleksikan secara penuh permainannya.
Dalam kesempatan ini pula setiap pelatih akan berusaha mempengaruhi sepositif mungkin performa anak-anak asuhnya untuk 45 menit permainan berikutnya di babak kedua. Tapi rentang 15 menit yang disediakan tentu bukan waktu yang panjang untuk ukuran evaluasi, yang sebenarnya bisa menghabiskan waktu seharian. Apalagi jeda waktu itu juga sekaligus digunakan untuk memulihkan tenaga dan terapi fisik.
Emosi menjadi satu sisi yang ada di sana. Tidak perlulah kita, misalnya, mengungkit lagi gosip lemparan sepatu yang mampir di pelipis David Beckham oleh Manajer Manchester United Sir Alex Ferguson. Sisi lain adalah begitu banyaknya tuntutan psikologis, seperti percaya diri, motivasi, dan konsentrasi, yang berjejalan di ruang waktu yang sempit itu. Tuntutan-tuntutan biasanya akan sangat dipengaruhi oleh kejadian-kejadian di babak pertama.
Sebagai contoh, jika sebuah tim sudah unggul 3-0, mereka akan masuk ruang ganti dengan perspektif psikologis yang berbeda dari tim lawannya. Begitu pula apabila tim yang sama sudah sempat unggul 2-0 tapi berubah menjadi 2-1 begitu mendekati peluit tanda istirahat ditiupkan, perspektif psikologisnya beda lagi. Gol di pengujung babak pertama bisa menyuntikkan optimisme yang besar di kubu lawan, sebaliknya frustrasi dan kepanikan untuk tim yang lain. [Sumber: PPOnline, AFP, DailyTimes, Koran Tempo]
0 komentar:
:rate5: :hoax: :nyimak: :thanx: :pertamax: :cendol: :bingung: :sundul: :iloveindonesia: :marah: :ngacir: :kiss: :bata:
Posting Komentar
Mohon Commnent